Dalam
dunia pendidikan terutama pada proses pembelajaran saat ini terdapat beragam inovasi baru. Salah satu
inovasi tersebut adalah konstruktivisme. Pemilihan pendekatan ini lebih
dikarenakan agar pembelajaran membuat siswa antusias terhadap persoalan yang
ada sehingga mereka mau mencoba memecahkan persoalannya. Pembelajaran di kelas
masih dominan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab sehingga kurang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berintekrasi langsung kepada benda-benda
konkret.
Seorang
guru perlu memperhatikan konsep awal siswa sebelum pembelajaran. Jika tidak demikian, maka seorang pendidik tidak
akan berhasil menanamkan konsep yang benar, bahkan dapat memunculkan sumber
kesulitan belajar selanjutnya. Mengajar bukan hanya untuk meneruskan
gagasan-gagasan pendidik pada siswa, melainkan sebagai proses mengubah
konsepsi-konsepsi siswa yang sudah ada dan di mana mungkin konsepsi itu salah,
dan jika ternyata benar maka pendidik harus membantu siswa dalam mengkonstruk
konsepsi tersebut biar lebih matang.
Alasan
kenapa saya memilih metode pembelajaran kontruktivisme karena karakteristik
manusia yang diharapkan dalam rangka membangun sumber daya manusia adalah
manusia-manusia yang memiliki kepekaan, kemandirian, tanggung jawab terhadap
risiko dalam pengambilan keputusan, mengembangkan segenap aspek potensi melalui
proses belajar yang terus menerus untuk menemukan jati diri mereka sendiri.
Untuk mencapai tujuan ini dipilih
teori belajar konstruktivisme, sebab dibandingkan teori belajar lain, teori ini
dapat mengantisipasi pergeseran dari pendidikan yang lebih menekankan aspek
kognitif menuju aspek potensi manusia secara utuh. Di samping itu teori belajar
konstruktivisme pembelajarannya lebih menekankan aktivitas mahasiswa dari pada
pendidik. Menurut pandangan konstruktivisme belajar merupakan suatu proses
pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan individu yang belajar,
ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan memberi
makna tentang hal-hal yang dipelajari.
TUJUAN PENULISAN
A.
Kognitif ( C3 ) "Siswa dapat Menjelaskan tentang teori
konstruktivisme."
B.
Psikomotorik ( P3 ) "Siswa mampu Mempraktekan teori kontrusktivisme."
C. Afektif ( A4) "Siswa mampu Mengaitkan teori konstruktivisme."
TEORI
a.
Pengertian Teori Konstruktivisme
Kontruksi
berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme
merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa
pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta,
konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus
mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Kaitannya
dengan pembelajaran, menurut teori konstruksivisme yang menjadi dasar bahwa
siswa memperoleh pengetahuan adalah karena keaktifan siswa itu sendiri. Teori
ini merupakan peningkatan dari teori yang dikemukakan oleh piaget, vigotsky dan
bruner. Konsep pembelajaran menurut teori konstruktivisme adalah suatu proses
pembelajaran yang mengondisikan siswa untuk melakukan proses aktif membangun
konsep baru,pengertian baru, dan pengetahuan baru berdasarkan data.
Oleh
karena itu, proses pembelajaran harus dirancang dan dikelola sedemikian rupa
sehingga mampu mendorong siswa mengorganisasi pengalamannya sendiri menjadi
pengetahuan yang bermakna. Jadi dalam pandangan konstruktivisme sangat penting
peran siswa untuk dapat membangun constructive
haabits of mind. Agar siswa memiliki kebiasaan berpikir, maka dibutuhkan
kebebasan dan sikap belajar.
Teori belajar yang mencerminkan
siswa memiliki kebebasan berpikir bersifat eklektik. Teori belajar yang
bersifat eklektik artinya siswa dapat memanfaatkan teknik belajar apa pun asal
tujuan belajar dapat tercapai.[1] Dapat
disimpulkan, bahwa pembelajaran yang mengacu pada teori belajar konstruktivisme
lebih memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman
mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan
dan dilakukan oleh guru, dengan kata lain siswa lebih diutamakan untuk
mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi (pengalaman) dan
akomodasi.
Implikasi
teori konstruktivise dalam proses
pembelajaran adalah :
1. Memusatkan perhatian kepada berfikir atau
proses mental anak, tidak sekedar hasilnya saja.
2. Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif
sendiri, keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran.
3. Menekankan pembelajaran top-down mulai dari
yang komplek ke sederhana, dari pada bottom-up dari yang sederhana bertahap
berkembang ke komplek.
4. Menerapkan pembelajaran koperatif
ANALISIS
TEORI
Konstruktivisme dapat digambarkan
sebagai sebuah pembelajaran yang menyarankan agar seorang siswa dapat membuat
kesimpulan terhadap materi yang mereka pelajari, daripada menerima langsung
dari sumber lain (misalnya: orang lain atau media bacaan). Artinya siswa akan cepat memiliki
pengetahuan jika pengetahuan itu dibangun atas dasar realitas yang ada di
lapangan. Teori ini membawa implikasi dalam pembelajaran yang bersifat kolektif
dan kelompok.
Dalam proses pembelajaran siswa harus
aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, dan memberi makna tentang hal-hal
yang sedang dipelajari.. Guru dalam konteks ini berperan sebagai pemberdaya
seluruh potensi yang dimiliki siswa agar siswa mampu melaksanakan proses
pembelajaran.
Untuk dapat melaksanakan pembelajaran
menurut teori ini, seorang guru harus memiliki daya kreasi yang tinggi untuk
bisa mendesain suasana pembelajaran yang kondusif, suasana pembelajaran yang
mampu memberikan kebebasan kepada siswanya untuk mengekspresikan dirinya sesuai
dengan kemauannya. Serta, semua kegiatan pembelajaran harus banyak dikaitkan
dengan realitas kehidupan masyarakat. Metode yang dapat digunakan juga tidak
harus selalu monoton, metode yang bervariasi merupakan tuntutan mutlak dalam
pembelajaran menurut teori ini. Pelaksanaan evaluasi menurut teori ini menjadi
sarana untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan proses pembelajaran.
KREATIVITAS DAN INOVASIS
a.
Ayat-ayat
Al-qur’an dan Hadis yang berkaitan dengan teori Konstruktivisme :
Pada dasarnya praktik pembelajaran
dengan pendekatan konstruktivisme sudah ada sejak lama, yakni dari zaman nabi
Adam as. akan tetapi dalam al-Qur’an tercatat bahwa proses itu dijelaskan dalam
surat al-An’am ayat 76-79 yang menceritakan tentang proses pencarian nabi
Ibrahim akan Tuhannya. Ayat dimaksud adalah sebagai berikut
Artinya :
Ketika
malam Telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah
Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya
tidak suka kepada yang tenggelam." Kemudian tatkala dia melihat bulan
terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". tetapi setelah bulan itu
terbenam, dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk
kepadaku, Pastilah Aku termasuk orang yang sesat." Kemudian tatkala ia
melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, Ini yang lebih
besar". Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: "Hai kaumku,
Sesungguhnya Aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya
Aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan
cenderung kepada agama yang benar, dan Aku bukanlah termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Tuhan,[2]
[2] Ella
Yulaelawati, Kurikulum dan
PembelajaranFilosofi Teori dan Aplikasi, (Bandung: Pakar Raya, 2004),hlm.56
Selain itu, Islam sangat
memperhatikan masalah pendidikan. Para peneliti sudah membuktikan bahwa
al-Qur'an sebagai sumber utama agama Islam menaruh perhatian yang amat besar
terhadap masalah pendidikan dan pengajaran. Hal ini terbukti bahwa wahyu yang
pertama turun adalah perintah untuk membaca yang mana membaca merupakan salah
satu proses utama untuk mendapat/membangun
ilmu pengetahuan sendiri. Allah SWT berfirman:
Artinya :
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
Menciptakan
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Nama : Saskia Qintarahani
Satuan Pendidikan : SMPN 111 Jakarta
Umur : 14 tahun
Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam
Kelas/Semester : VII/ II
Topik : Adab
dalam adab
dalam berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu atau menerima tamu
Sub Topik : Adab dalam berpakaian, berhias, perjalanan,
bertamu atau menerima tamu Serta Penerapannya dalam Kehidupan Sehari-hari
Alokasi Waktu : 1x60menit
Standar kompetensi : 9. Membiasakan
perilaku terpuji
A. KOMPETENSI INTI
1. Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli,
santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan
social dan alam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.
2.
Menghargai dan
menghayati ajaran agama yang dianutnya.
3.
Memahami pengetahuan berdasarkan rasa ingin tahunya tentang pendidikan agama
islam terkait fenomena dan kejadian tampak mata.
B. KOMPETENSI DASAR
9.1 Menjelaskan
pengertian adab dalam berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu atau menerima tamu
9.2 Menunjukkan
contoh-contoh adab dalam berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu atau menerima
tamu.
9.3 Mempraktikkan adab dalam berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan atau menerima tamu dalam kehidupan sehari-hari.
9.3 Mempraktikkan adab dalam berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan atau menerima tamu dalam kehidupan sehari-hari.
C. TUJUAN PEMBELAJARAN
1.
Siswa mampu menjelaskan kembali
pengertian adab dalam
berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu atau menerima tamu dikarenakan siswa
dalam tahap operasional formal (usia 11 tahun hingga dewasa) yang dapat
memahami suatu konsep.( C1)
Penjelasan:
Perkembangan Kognitif
Kognitif
merupakan istilah yang mengacu pada proses mental yang terlibat dalam
memperoleh pengetahuan dan pemahaman termasuk berpikir, mengetahui, mengingat,
menilai dan memecahkan masalah. Tahap-tahap perkembangan kognitif yaitu
:sensori motorik (sejak lahir sampai usia 2 tahun), tahap pra-operasional (usia
2 sampai 7 tahun) dan tahap operasional formal (usia 11 tahun ke atas).pada
tahap operasional formal, anak-anak dan remaja yang berada dalam tahap
operasional formal dapat memikirkan dan membayangkan konsep-konsep yang tidak
berhubungan dengan realitas konkret. Selain itu, mereka juga mengenali
kesimpulan yang logis, sekalipun kesimpulan tersebut berbeda dari kenyataan
didunia sehari-hari.
Perkembangan kognitif pada seorang individu berpusat pada
otak, dalam perspektif psikologi kognitif otak adalah sumber sekaligus
pengendali ranah-ranah kejiwaan seperti ranah afektif (rasa), dan rasah
psikomotorik (karsa). Tanpa ranah kognitif, sulit dibayangkan seorang siswa
dapat berpikir. Selanjutnya, tanpa berfikir mustahil siswa tersebut dapat
memahami faedah materi-materi yang disajikan guru kepadanya. Akan tetapi fungsi
afektif dan psikomotorik pun dibutuhkan oleh siswa, sebagai pendukung dari
fungsi kognitif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
kognitif yaitu faktor hereditas (keturunan), faktor lingkungan, faktor
kematangan, faktor pembentukan, faktor minat dan bakat, faktor kebebasan. Cara
membantu perkembangan kognitif pada anak didik yaitu bermain permainan asah
otak, pemberian tugas, demonstrasi, tanya jawab, mengucap syair,
bereksperimen/percobaan, bercerita. Perbedaan individu dalam perkembangan
kognitif menunjuk kepada perbedaan dalam kemampuan dan kecepatan belajar.
Perbedaan-perbedaan individual peserta didik akan tercemin pada sifat-sifat
atau ciri-ciri mereka dalam kemampuan, keterampilan, sikap dan kebiasaan
belajar serta kualitas proses dan hasil belajar baik dari segi ranah
kognitif,afektif dan psikomotorik.
Dapat saya simpulkan pula bahwa
perkembangan kognitif anak berperan penting dalam tingkah laku dan hasil
belajar seorang anak. Karena tanpa adanya fungsi kognitif pada siswa ia tidak
akan mampu untuk memahami apa yang disampaikan guru, sehingga hassil belajarnya
pun akan kurang maksimal. Bagaimana ia bisa memperoleh hasil yang baik jika
materi yang disampaikan guru tidak ia pahami.
2.
Siswa mampu menunjukkan
contoh-contoh adab dalam berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu atau menerima tamu dikarenakan siswa
dalam tahap oprasional formal yang dapat mengamati. (P2)
Penjelasan: Perkembagan
Psikomotorik
Psikomotorik
(kemampuan skill) adalah suatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan
tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Misalnya kemampuan guru dalam
memilih dan membuat alat peraga sederhana untuk memberi kemudahan belajar
kepada peserta didik. Perkembangan psikomotorik merupakan
perkembangan kepribadian manusia yang berhubungan dengan gerakan jasmaniah dan
fungs iotot akibat adanya dorongan dari pemikiran, perasaan dan kemauan
daridalam diri seseorang.
Perilaku
psikomotorik memerlukan koordinasi fungsional antara neuronmuscular system
(persyarafan dan otot) dan fungsi psikis (kognitif, afektif, dan konatif). Loree
(1970 : 75) menyatakan bahwa ada dua macam perilaku psikomotorik utama yang
bersifat universal harus di kuasai oleh setiap individu pada masa bayi atau
awal masa kanak-kanaknya ialah berjalan (walking) dan memegang benda
(prehension). Kedua jenis keterampilan psikomotorik ini merupakan basis bagi
perkembangan keterampilan yang lebih kompleks seperti yang kita kenal dengan
sebutan bermain (playing) dan bekerja (working). Pada usia 9-15 tahun , Ketika
anak mencapai usia ini, rata-rata anak perempuan dan laki-laki mulai
menunjukkan perubahan pubertas kemudian pertumbuhan masa remaja mulai terjadi
secara pesat.
Ciri
khas dari keterampilan motorik adalah otomatisme, yaitu rangkaian gerak-gerik
yang berlangsung secara teratur dan berjalan lancar tanpa dibutuhkan banyak
refleksi atau berfikir terhadap apa yang harus dilakukan dan mengapa harus
mengikuti suatu gerakan.Keterampilan motorik memegang peranan yang sangat
penting dalam kehidupan manusia, seorang anak yang memiliki keterampilan
motoriksempurna, ia mampu merawat dirinya sendiri dan bergerak secara efektif
dan efisien, misalnya seorang anak kecil yang belajar berjalan tegak,
menaikitangga, memegang dan mengambil benda dan sebagainya. Berkembangnya kemampuan
motorik tersebut didapatkan dari hasil belajar dan latihan. Dengan belajar dan
latihan tersebut akan membuat fungsi otot dan persendian menjadi lebih kuat.
Pemantauan
perkembangan psikomotor anak penting untuk mengetahui penyimpangan secara dini
sehingga upaya keterlambatan perkembangan, upaya stimulasi upaya penyembuhan
serta pemulihan dalam pelayanan kesehatan anak
dapat dilakukan secara dini pula dan tidak ada kejadian yang tidak di inginkan
oleh kita.
3.
Siswa mampu menghubungkan teori dengan Praktik dalam kehidupan sehari-hari
dikarenakan siswa dalam tahap operasional formal yang dapat memikirkan. (A4)
Penjelasan:
Perkembangan Afektif
Afektif menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah
berkenaan dengan rasa takut atau cinta, mempengaruhi keadaan, perasaan dan
emosi, mempunyai gaya atau makna yang menunjukkan perasaan.Seseorang individu
dalam merespon sesuatu diarahkan oleh penalaran dan pertimbangan tetapi pada
saat tertentu dorongan emosional banyak campur tangan dan mempengaruhi
pemikiran-pemikiran dan tingkah lakunya.
Perbuatan
atau perilaku yang disertai perasaan tertentu disebut warna afektif yang
kadang-kadang kuat, lemah atau tidak jelas. Pengaruh dari
warna afektif tersebut akan berakibat perasaan menjadi lebih mendalam. Perasaan ini
disebut emosi. Pada saat terjadi emosi seringkali terjadi perubahan-perubahan
pada fisik antara lain berupa :Reaksi elektris pada kulit meningkat apabila
terpesona, Peredaran darah menjadi bertambah cepat apabila sedang marah, Denyut
jantung bertambah cepat apabila merasa terkejut dan Bernapas
panjang dan kaku apabila merasa kecewa. Reaksi
emosional dapat berkembang menjadi kebiasaan, sehingga mempengaruhi
perkembangan nilai, moral dan sikap individu ataupun peserta didik. Afektif
mencakup emosi atau perasaan yang dimiliki oleh setiap anak, yang juga perlu
mendapatkan perhatian dalam pembelajaran. Pemahaman guru tentang kesulitan
dalam menyelasaikan dan bimbingan (pengawasan) untuk keberhasilan belajarnya. Aspek
afektif tersebut dapat terlihat selama proses pembelajaran, terutama ketika
siswa bekerja berkelompok.
D.
MATERI PEMBELAJARAN
Pengertian
Adab dalam berpakaian Menurut ajaran Islam, berpakaian adalah mengenakan
pakaian untuk menutupi aurat, dan sekaligus perhiasan untuk memperindah jasmani
seseorang. Contoh adab dalam berpakaian : dalam berpakaian yang diajaran Islam,
berpakaian tidak hanya sekedar kain penutup badan, tidak hanya sekedar mode
atau trend yang mengikuti perkembangan zaman. Islam mengajarkan tata cara atau
adab berpakaian yang sesuai dengan ajaran agama, baik secara moral, yang jelas
indah dipandang dan nyaman digunakan. Diantara adab berpakaian dalam
pandangan Islam yaitu sebagai berikut:pertama, Harus memperhatikan
syarat-syarat pakaian yang islami, yaitu yang dapat menutupi aurat, terutama
wanita, kedua,Pakailah pakaian yang bersih dan rapi, sehingga tidak terkesan
kumal dan dekil, yang akan berpengaruh terhadap pergaulan dengan sesama, ketiga,Hendaklah mendahulukan anggota badan yang
sebelah kanan, baru kemudian sebelah kiri dan Tidak menyerupai pakaian wanita
bagi laki-laki, atau pakaian laki-laki bagi wanita dll.
Adab
dalam Berhias,berhias artinya berdandan atau merapikan diri baik fisiknya
maupun pakiannya. Berhias dalam pandangan Islam adalah suatu kebaikan dan
sunah untuk dilakukan, sepanjang untuk ibadah atau kebaikan.Menghiasi diri agar
tmpil menarik dan tidak mengganggu kenyamanan orang lain yang memandangnya,
merupakan suatu keharusan bagi setiap muslim, terutama bagi kaum wanita di hadapan suaminya, dan kaum pria dihadapan
istrinya. Contoh adab dalam berhias : Agama Islam mengajarkan kepada kita agar
senantiasa tampil rapi dan menarik. Artinya, setiap saat kita boleh
berhias sekedar untuk membuat kenyamanan bagi diri sendiri dan oran lain yang
memandangnya. Misalnya, menyisir atau memotong rambut dan merapikannya,
membersihkan pakaian dan menyetrikanya, dan sebagainya. Apabila, kalau
berhias untuk tujuan ibadah kepada Allah swt. Misalnya, berhias untuk
melaksanakan shalat lima waktu, untuk pergi pengajian, ke sekolah atau
tempat0tempat kebaikan.
Adab
dalam Bepergian,berpergian artinya pergi ke luar rumah, baik untuk tujuan jarak
jauh maupun jarak dekat. Dalam agama Islam, berpergian keluar rumah, itu
harus menggunakan adab atau tata cara, sehingga kepergian kita tidak
meninggalkan hal-hal yang tidk diinginkan , dan dapat kemabli kerumah dengan
senang dan damai. Selain itu,berpergian meninggalkan rumahkita akan
berada di tengah perjalanan. Oleh karena itu, baik yang pergi maupun yang
ditinggalkan hendaknya saling mendoakan agar keduanya selamat dan dalam
lindungan Allah Swt.contoh adab berpergian menurut ajaran agama Islam, yaitu
Mengucapkan salam ketika hendak meninggalkan rumah, agar Allah memberikan
keselamatan baik bagi yang pergi maupun yang ditinggalkan
Adab
dalam Bertamu, bertamu adalah berkunjung ke rumah orang lain dalm
rangka mempererat silaturahim. Maksud orang lain di sini adalah tetangga,
saudara (sanak famili), teman sekantor, teman seprofesi dan sebagainya.
bertemu tentu ada maksud dan tujuannya, antara lain menjeguk yang sedang sakit,
ngobrol-ngobrol biasa, membicarakan bisnis, membicarakan masalah keluarga
keluarga dan sebagainya. Contoh : Sebagai tamu, apabila kita tidak mendapati
tuan rumah, atau merasa tidak diterima oleh tuan rumah karena satu dan lain hal
maka tinggalkanlah rumah itu dengan segera. Tetapi jangan sampai
memperlihatkan kekecewaan terhadap perlakuan tuan rumah yang tidak berbudi baik
tersebut.
E. METODE
PEMBELAJARAN
1. Pendekatan : Pendidikan Agama Islam
2. Metode :
Diskusi,tanya jawab dan penugasan
3. Model : Konstruktivisme
4. Sumber
Pembelajaran : Buku PAI SMP Kelas VII
5. Guru
berperan untuk mengembangan konsep diri dan emosi, mengembangan nilai, moral
dan sikap, mengembangan kreativitas, mengatasi lupa dan jenuh dalam belajar
siswa sebagai berikut:
a. Perkembangan konsep diri dan emosi
Puspitasari
(2007), mengatakan bahwa konsep diri merupakan sebuah proses yang berkelanjutan,
proses menilai yang bersifat organismik, bukan lagi bersifat statis tetapi
mampu untuk menyesuaikan kembali dan berkembang sebagai pengalaman-pengalaman
baru yang terintegrasikan. Konsep diri berkembang sesuai dengan perkembangan
diri jiwa seseorang, maupun dari pengalaman-pengalaman yang seseorang temukan.
Menurut Symonds (2008), mengatakan bahwa persepsi tentang diri tidak langsung
muncul pada saat kelahiran, tetapi mulai berkembang secara bertahap dengan
munculnya kemampuan perseptif. Persepsi tentang diri yang ada pada remaja akan
berkembang sesuai dengan tahapan.
Berdasarkan
pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri yang dimiliki
manusia tidak terbentuk secara instan, melainkan dengan proses belajar
sepanjang hidup manusia. Ketika individu lahir, individu tidak memiliki
pengetahuan tentang dirinya, tidak memiliki harapan yang ingin dicapainya serta
tidak memiliki penilaian terhadap dirinya. Konsep diri berasal dan berkembang
sejalan pertumbuhan, terutama akibat hubungan dengan individu lain. Dalam
berinteraksi, setiap individu akan menerima tanggapan. Tanggapan yang diberikan
dijadikan cermin bagi individu untuk menilai dan memandang dirinya sendiri.
Pada akhirnya individu mulai bisa mengetahui siapa dirinya, apa yang diinginkannya
serta dapat melakukan penilaian terhadap dirinya.
Konsep
diri terbentuk melalui proses yang terjadi sejak lahir kemudian secara bertahap
mengalami perubahan seiring dengan tingkat pertumbuhan dan perkembanga
individu. Pembentukan konsep diri sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Konsep
diri juga akan dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain
termasuk berbagai tekanan yang dialami individu. Konsep diri merupakan
gambaran yang dimilki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman
yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan. Melalui konsep diri anak dapat
menumbuhkan harapan- harapan yang ingin dicapai dengan melihat sejauh mana anak
telah berjuang dan mengukur pemahaman dirinya. Sehingga anak dapat merasa
bertanggungjawab, merasa mampu, bangga dan lain sebagainya. Anak belajar
mengekspresikan emosinya sendiri dalam bentuk perilaku yang memberikan pemuasan
terbesar kepadanya dan menolak perilaku yang tidak memberikan pemuasaan.
b.
Perkembangan nilai, moral dan sikap.
Nilai merupakan sesuatu yang
memungkinkan individu atau kelompok sosial membuat keputusan mengenai apa yang
dibutuhkan atau sebagai suatu yang ingin dicapai. Secara dinamis, nilai
dipelajari dari produk sosial dan secara perlahan diinternalisasikan oleh individu
serta diterima sebagai milik bersama dengan kelompoknya. Nilai merupakan
standar konseptual yang relatif stabil dan emplisit membimbing individu dalam
menentukan tujuan yang ingin dicapai serta aktivitas dalam rangka memenuhi
kebutuhan psikologisnya. Sedangkan stilah moral berasal dari
kata Latin Mores yang artinya tata cara dalam kehidupan, adat
istiadat, atau kebiasaan. Maksud moral adalahsesuai dengan ide-ide yang umum
diterima tentang tindakan manusia mana yang baik dan wajar.Moral merupakan
kaidah norma dan pranata yang mengatur perilaku individu dalam
kehidupannya dengan kelompok sosial dan masyarakat. Moral merupakan
standar baik-buruk yang ditentukan bagi individu sebagai anggota sosial. sikap
adalah predisposisi emosional yang dipelajari untuk merespon secara konsisten
terhadap suatu objek.
Sikap
merupakan variabel laten yang mendasari, mengarahkan dan mempengaruhi perilaku.
Sikap tidak identik dengan respons dalam bentuk perilaku, tidak dapat diamati
secara langsung tetapi dapat disimpulkan dari konsistensi perilaku yang dapat
diamati. Secara operasional, sikap dapat diekspresikan dalam bentuk kata-kata
atau tindakan yang merupakan respons reaksi dari sikapnya terhadap objek, baik
berupa orang, peristiwa, atau situasi. Salah satu karakteristik remaja yang
sangat menonjol berkaitan dengan nilai adalah bahwa remaja sudah sangat
diperlukan sebagai pedoman, pegangan, atau petunjuk dalam mencari jalannya
sendiri untuk menumbuhkan identitas diri menuju kepribadian yang semakin
matang. Karakteristik yang menonjol dalam perkembangan moral
remaja adalah bahwa sesuai dengan tingkat perkembangan kognisi yang mulai
mencapai tahapan berfikir operasional formal, yaitu mulai mampu berfikir
abstrak dan mampu memecahkan masalah-masalah yang bersifat hipotesis maka
pemikiran remaja terhadap suatu permasalahan tidak hanya lagi terikat pada
waktu, tempat, dan situasi, tetapi juga pada sumber moral yang menjadi dasar
hidup mereka. Perkembangan pemikiran moral remaja dicirikan dengan mulai tumbuh
kesadaran akan kewajiban mempertahankan kekuasaan dan pranata yang ada karena
dianggap sebagai suatu yang bernilai, walau belum mampu mempertanggujawabkan
secara pribadi.
Faktor
lingkungan yang berpengaruh terhadap perkembangan nilai, moral, dan sikap
individu mencakup aspek psikologis, sosial, budaya, dan fisik kebendaan, baik
yang terdapat dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Kondisi
psikologis, pola interaksi, pola kehidupan beragama, berbagai sarana rekreasi
yang tersedia dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat akan
mempengaruhi perkembangan nilai, moral dan sikap individu yang tumbuh dan
berkembang di dalam dirinya
Jadi, Nilai, moral dan sikap
pada diri anak apabila telah mampu mengembangkan superegonya dengan baik,
sikapnyaakan cenderung didasarkan atas nilai-nilai luhur atau aturan moral
tertentu sehingga akan terwujud dalam perilaku yang bermoral. Ini dapat terjadi
karena soperegonya sudah sudah berkembang dengan baik dapar mengontrol
dorongan-dorongan nulariah bertujuan untuk memenuhi kesenangan dan kepuasan.
c.
Perkembangan
kreativitas
Perkembangan kreativitas juga merupakan
perkembangan proses kognitif maka kreativitas dapat ditinjau melalui proses
perkembangan kognitif berdasarkan teori yang diajukan oleh Jean Piaget. Anak mampu bersikap dan berpola pikir yang dapat menciptakan sesuatu yang
baru. Kemampuan tersebut dapat melahirkan kreativitasnya sendiri berupa
keterampilan pengungkapan yang unik, berbeda, orisinal, sama sekali baru,
indah, efifien, tepat sasaran dan tepat guna. Menurut Jean Piaget (McCormack, 1982) ada empat tahap
perkembangan kognitif, yaitu sebagai berikut :
1. Tahap Sensori-Motoris. Tahap ini dialami pada usia 0-2 tahun. Menurut Piaget
(Bybee dan Sund, 1982), pada tahap ini interaksi anak dengan lingkungannya,
termasuk orang tuanya, terutama dilakukan melalui perasaan dan otot-ototnya.
Mengenai kreativitasnya, menurut Piaget, pada tahap ini belum memiliki
kemampuan untuk mengembangkan kreativitasnya. Sebab, pada tahap ini tindakan
anak masih berupa tindakan fisik yang bersifat refleksi, pandangannya terhadap
objek masih belum permanent, belum memiliki konsep ruang dan waktu, belum
memiliki konsep tentang sebab-akibat, bentuk permainannya masih merupakan
pengulangan refleks-refleks, belum memiliki tentang diri ruang, dan belu
memiliki kemampuan berbahasa.
2. Tahap Praoperasional. Tahap
ini berlangsung pada usia 2-7 tahun. Tahap ini disebut juga tahap intuisi sebab
perkembangan kognitifnya memperlihatkan kecenderungan yang ditandai oleh
suasana intuitif. Artinya, semua perbuatan rasionalnya tidak didukung oleh
pemikiran tetapi oleh unsure perasaan, kecenderungan alamiah, sikap-sikap yang
diperoleh dari orang-orang bermakna, dan lingkungan sekitarnya. Pada tahap ini,
menurut Jean Piaget ( Bybee dan Sund, 1982 ), anak sangat bersifat egosentris
sehingga seringkali mengalami masalah dalam berinteraksi dalam lingkungannya,
termasuk dengan orang tuannya. Pada akhir tahap ini, menurut Jean Piaget (
Bybee dan Sund, 1982 ), kemampuan mengembangkan kreativitas sudah mulai tumbuh
karena anak sudah mulai mengembangkan memori dan telah memiliki kemampuan untuk
memikirkan masa lalu dan masa yang akan datang, meskipun dalam jangka pendek.
Di samping itu, anak memiliki kemampuan untuk menjelaskan peristiwa-peristiwa
alam di lingkunganya secara animistik dan antropomorfik. Penjelasan animistic
adalah menjelaskan peristiwa-peristiwa alam dengan menggunakan perumpamaan
hewan. Adapun penjelasan antropomorfik adalah menjelaskan peristiwa-peristiwa
alam dengan menggunakan perumpamaan manusia.
3. Tahap Operasional Konkret.
Tahap ini berlangsung antara usia 7-11 tahun. Pada tahap ini, anak mulai
menyesuaikan diri dengan relitas konkret dan berkembang rasa ingin tahunya.
Menurut Jean Piaget, interaksinya dengan lingkungan, termasuk dengan orang tua,
sudah semakin berkembang dengan baik karena egosentrisnya sudah semakin
berkurang. Menurut Jean Piaget kreativitasnya juga sudah semakin berkembang.
Faktor-faktor memungkinkan semakin berkembangnya kreativitas itu adalah sebagai
berikut. Pertama, Anak sudah mulai mampu menampilkan operasi-operasi mental.,
kedua Anak mulai mampu berpikir logis dalam bentuk sederhana.dan Anak mulai
berkembang kemampuannya untuk memelihara identitas diri.
DAFTAR PUSTAKA
Budiningsih, A.C. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : PT.
Rineka Cipta.
Corey, Gerald. 2009. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi.
Bandung :PT. Refika Aditama.
Desmita. 2010. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung :PT. Remaja
Karya.
Suparno, P.1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan.Yogyakarta
: Kanisius.
http://file.upi.edu/Direktori/JURNAL/PENDIDIKAN_DASAR/Nomor_10 Oktober_2008/Konstruktivisme,_Konsepsi_Alternatif_dan_Perubahan_Konseptual_dalam_Pendidikan_IPA.PDF
http://diahnadiyahceritaku.blogspot.com/2014/06/teori-konstruktivisme.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar